‘The founding fathers and mothers’ Negara Indonesia
modern mengimpikan cita kenegaraan (staats-idee) Indonesia sebagai satu Negara
Hukum. Dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945, seperti yang tercantum dalam
Penjelasan Umumnya, istilah yang digunakan untuk menyebut konsep Negara Hukum
tersebut adalah ‘rechtsstaat’ yang
diperlawankan dengan ‘machtsstaat’
(Negara Kekuasaan). Ketika UUD 1945 diganti dengan Konstitusi RIS pada tahun
1949, dan juga UUDS pada tahun 1950, ide Negara Hukum itu lebih jelas lagi
dirumuskan secara tegas dalam Pasal 1 ayat (1) kedua konstitusi terakhir itu.
Artinya, gagasan Negara Hukum itu bersifat tetap dalam pemikiran
konstitutionalisme Indonesia
sejak kemerdekaan.
Namun, dalam perjalanan waktu sejak
kemerdekaan pada tahun 1945 sampai dengan sekarang, perwujudan ide Negara Hukum
itu terbukti tidak mudah. Selama periode kepemimpinan Presiden Soekarno sampai
tahun 1966/1967, yang dianggap paling menentukan dalam dinamika kehidupan
kenegaraan Indonesia
bukanlah hukum, tetapi politik. Sementara itu, periode selanjutnya, yaitu pada
masa Orde Baru, yang dianggap paling menentukan adalah pertimbangan-pertimbangan
yang berkenaan dengan pembangunan ekonomi. Karena itu muncul istilah politik
sebagai panglima dan ekonomi sebagai panglima untuk membandingkan corak
paradigma kepemimpinan Negara selama kurun waktu awal kemerdekaan dan masa Orde
Lama serta di masa Orde Baru.
Sekarang, bangsa kita
memasuki era baru, yaitu era reformasi. Sudah tentu, paradigma kepemimpinan
nasional kita sudah seharusnya berubah dengan kembali mengedepankan hukum
sesuai dengan cita-cita Negara Hukum yang diimpikan oleh ‘the founding fathers and mothers’ Indonesia modern. Dengan perkataan
lain, inilah saat yang tepat bagi kita untuk mewujudkan cita-cita Negara Hukum
yang dalam istilah Jerman disebut dengan ‘rechtsstaat’
atau dalam istilah Inggeris disebut ‘the
rule of law’.
Ide Negara Hukum itu, selain terkait dengan
konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’, juga berkaitan dengan
konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari
perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat
dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi. ‘Nomos’
berarti norma, sedangkan ‘cratos’
adalah kekuasaan. Yang dibayangkan sebagai factor penentu dalam penyelenggaraan
kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan
erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan
tertinggi. Dalam istilah Inggeris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey,
hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip “rule
of law” yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon “the Rule of Law, and not of Man”. Yang
sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang.
Dalam buku Plato berjudul “Nomoi”
yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul “The Laws”,
jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya telah sejak lama
dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.
Di zaman modern, konsep Negara Hukum di
Eropah Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband,
Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu
“rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum
dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The Rule of Law”.
Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen
penting, yaitu:
1. Perlindungan hak asasi manusia.
2. Pembagian kekuasaan.
3. Pemerintahan berdasarkan
undang-undang.
4. Peradilan tata usaha Negara.
Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga
ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:
1. Supremacy of Law.
2. Equality before the law.
3. Due Process of Law.
Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di atas
pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai
ciri-ciri Negara Hukum modern di zaman sekarang. Bahkan, oleh “The International Commission of Jurist”,
prinsip-prinsip Negara Hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas
dan tidak memihak (independence and
impartiality of judiciary) yang di zaman sekarang makin dirasakan mutlak
diperlukan dalam setiap negara demokrasi. Prinsip-prinsip yang dianggap sebagai
ciri penting Negara Hukum menurut “The
International Commission of Jurists” itu adalah:
1. Negara harus tunduk pada hukum.
2. Pemerintah menghormati hak-hak
individu.
3. Peradilan yang bebas dan tidak
memihak.
Profesor Utrecht membedakan antara Negara
hukum formil atau Negara hukum klasik, dan negara hukum materiel atau Negara
hukum modern[4].
Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan
sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang
kedua, yaitu Negara Hukum Materiel yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian
keadilan di dalamnya. Karena itu, Wolfgang Friedman dalam bukunya ‘Law in a Changing Society’ membedakan
antara ‘rule of law’ dalam arti
formil yaitu dalam arti ‘organized public
power’, dan ‘rule of law’ dalam
arti materiel yaitu ‘the rule of just
law’.
Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan
bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud
secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu sendiri
dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat pula
dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum materiel. Jika hukum dipahami secara kaku
dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan semata, niscaya pengertian
negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan terbatas serta belum
tentu menjamin keadilan substantive. Karena itu, di samping istilah ‘the rule of law’ oleh Friedman juga
dikembangikan istilah ‘the rule of just
law’ untuk memastikan bahwa dalam pengertian kita tentang ‘the rule of law’ tercakup pengertian
keadilan yang lebih esensiel daripada sekedar memfungsikan peraturan
perundang-undangan dalam arti sempit. Kalaupun istilah yang digunakan tetap ‘the rule of law’, pengertian yang
bersifat luas itulah yang diharapkan dicakup dalam istilah ‘the rule of law’ yang digunakan untuk
menyebut konsepsi Negara hukum di zaman sekarang.
[1] A.V. Dicey, An Introduction to the Study of
the Law of the Constitution, Macmillan, edisi tahun 1971.
[2] Lihat Plato: The Laws, Penguin Classics, edisi
tahun 1986. Diterjemahkan dan diberi kata pengantar oleh Trevor J. Saunders.
[3] Untuk diskusi yang mendalam mengenai konsep
‘rule of law’ ini dapat dibaca karya Franz Neumann, The Rule of Law: Political
Theory and the Legal System of Modern Society, Leamington Spa and Heidelberg,
1986.
[4] Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara
Indonesia, Ichtiar, Jakarta, 1962, hal. 9.
No comments:
Post a Comment